dan
Konflik antara kedua negara ini kerap kita dengar sehingga kita pun menjadi terbiasa dan menjadi sedikit cuek ketika mendengar berita tentang masalah ini. Mulai dari sengketa perbatasan yang pernah terjadi, penganiyaan tenaga kerja Indonesia oleh pihak Malaysia hingga beberapa budaya Indonesia (seperti batik, angklung, Reog Ponorogo) yang diklaim Malaysia sebagai miliknya. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa konflik seperti itu bisa terjadi? Bagaimana cara mengatasinya? Marilah kita bahas bersama...
Berdasarkan berita yang diedarkan 26/08/2010 16:19 oleh Liputan6.com, Jakarta:
Salah satu permasalahan yang berlarut-larut hingga kini adalah sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang telah menjadi masalah hingga 35 tahun lamanya. Kedua negara mengklaim sebagai pemilik kedua pulau yang terletak di sekitar Kalimantan itu. Pada 2002, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Malaysia adalah pemilik sah pulau tersebut. Belum selesai dengan permasalahan itu, kini rakyat Indonesia kembali marah atas penangkapan yang dilakukan Malaysia terhadap tiga petugas Indonesia di perairan Indonesia.
Pada konflik ini, pastilah akan terbentuk 2 pihak yakni pro dan kontra terhadap kedua negara tersebut. Namun inti dari keseluruhan masalah yang ada, masing-masing negara tersebut adalah negara hukum. Mengapa tidak dilakukan penyelidikan secara detail dulu barulah dihakimi? Jika sering terjadi tindak anarkis masyarakat terus menerus, apa gunanya hukum itu? Masing-masing negara memiliki kesalahan, seperti:
1. Masyarakat Indonesia yang melakukan tindak anarkis seperti membakar bendera kebangsaan Malaysia bahkan melempar tinja di kedutaan besar Malaysia.
2. Pihak Malaysia bertindak kasar terhadap TKI, dan polisi Malaysia yang memperlakukan nelayan Indonesia seperti perilaku tindak kejahatan lainnya padahal belum ada jalur hukum yang membuktikannya.
Seandainya masing-masing masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi serta percaya dengan hukum yang berlaku di negaranya, maka kedua negara tersebut dapat saling menghargai. Apabila hukum tersebut adil dan lugas, masyarakat tidak perlu turun tangan sehingga timbul konflik-konflik yang sangat merugikan kedua negara ini.
Saat ini presiden negara kita SBY telah melayangkan surat perdamaian kepada PM Malaysia, namun surat tersebut dibalas dengan peringatan. Secara logika, bagaimana tidak? Seharusnya SBY harus bisa menertibkan masyarakatnya terlebih dahulu, dimana tindak-tindak anarkis yang dilakukan Rakyat Indonesia semakin menjadi-jadi dan mulai memancing amarah masyarakat Malaysia. Indonesia harus tegas dalam menangani tindak anarkis rakyatnya, mengajak masyarakat Indonesia untuk percaya pada hukum di Indonesia, bahwa hukum bisa mewakili mereka untuk menuntut apa yang menjadi hak Kita.