Rabu, 29 September 2010

Sudah siapkah masyarakat menerima ini semua?

Diposting oleh Titin Suria di 01.43

Pertamina Kurangi Pasokan Premium Mulai 1 Oktober

Liputan6.com, Jakarta: Mulai 1 Oktober 2010, Pertamina akan mulai mengurangi pasokan premium sebesar delapan persen untuk seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum yang berada di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. 15 hari kemudian, pengurangan pasokan premium diperluas ke seluruh SPBU di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Untuk menjalankan rencana itu, Menteri Perekonomian Hatta Radjasa menyerahkan keputusan tersebut kepada BPH Migas. Sebagai antisipasinya, menurut juru bicara Pertamina M. Harun, Pertamina akan menyiapkan tambahan pasok BBM nonsubsidi sebagai pengganti kekurangan.
Namun, anggota Komisi Energi DPR M. Syafrudin menyangsikan program tersebut. Pengurangan pasokan BBM bisa memberi dampak negatif bagi masyarakat.
Saat ini, di Pulau Jawa sendiri, baru sekitar 20 persen SPBU yang menjual bbm nonsubsidi, seperti pertamax. Sedangkan sebagian besar SPBU hanya menjual premium.(ULF)

Analisa:
Premium sudah mulai dikurangi, dimulai dari daerah di pulau Jawa. Tidak lama lagi akan tiba saatnya Pontianak juga turut merasakannya. Siapkah Anda? Jika ada tempat mencurahkan pro dan kontra dapat diyakinkan hanya segelintir masyarakat yang menyutujui hal tersebut. Bagaimana tidak? sudah makmurkah kehidupan di Indonesia ini? Mari kita analisa apa yang akan terjadi kedepannya :
1. Demo oleh masyarakat pasti akan terulang kembali, bagaimana tidak jika mereka dipaksa untuk menggunakan bahan bakar yang 1.5x lipat lebih mahal dari premium. Sejak kenaikan BBM beberapa tahun lalu saja sudah memaksa mereka untuk mengkredit motor, karena setelah dikalkulasikan lebih hemat naik motor daripada naik kendaraan umum (yang ongkosnya ikut naik karena kenaikan BBM tersebut)
Dan sekarang, mereka dipaksa untuk menggunakan misalnya pertamax.... bagaimana tidak memicu amarah?
subsidi pemerintah ditarik sebelum melihat kondisi masyarakatnya sendiri...
2. Dari segi bisnis, memang menguntungkan apabila masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengurangan subsidi ini dengan menggunakan bahan bakar non-subsidi, akan tetapi dapatkah keuntungan tersebut tersalurkan dengan baik. Jika tidak, kekecewaan masyarakat dapat berlipat ganda. Kesabaran setiap manusia ada batasnya dan semoga Pemerintah dapat bertindak bijaksana. Jangan hanya mengeluarkan keputusan, namun solusi juga sangat diharapkan masyarakat. Barulah Negara ini bisa berkembang seperti negara lain.
3. Lain halnya jika kenaikan tarif kehidupan diimbangi dengan kenaikan pendapatan yang diperoleh. Kedua hal tersebut harus selalu berimbang karena tidak mungkin kita hidup dalam pepatah "Besar Pasak daripada Tiang" Sekali lagi, semoga pemerintah Indonesia bertindak seadil-adilnya, demi kesejahteraan masyarakatnya.


2 komentar:

Dan_liang on 29 September 2010 pukul 09.36 mengatakan...

ni Indonesia selalu begitu
kalau tidak menaikan harga ya mengurangi konsumsi dengan cara bilang ini itu
kacau ni...
katanya minyak tanah mau di hemat
ganti gas
nasnti gas habis ganti kayu aja
klo kayu habis ganti rumah aja
jadi gak ribet
kalau mang indonesia mau maju ciptakan sesuatu yg bisa gantikan minyak bumi jgn itu2 aj
pake panel surya kan bisa juga
klo gak pake mobil juga motor hybrid kan hemat
so kpn anak muda kita bisa ciptkan inovasi,,,, saya berharap secepatnya

Anonim mengatakan...

Bagi saya tidak masalah kalau premium dibatasi, karena memang selama ini pasokan premium tidak tepat sasaran yang mendapat manfaat paling besar sebenarnya bukan rakyat kecil, tapi para konsumen yang berkecukupan. Lagian produksi mobil maupun motor juga sudah mulai mengarah pada penggunaan bahan bakar yang lebih baik dari Premium.
Dari segi manfaat juga pasti langkah ini bisa mengurangi defisit anggaran yang sudah membengkak, mengenai warga masyarakat yang protes sudah jelas adalah hal biasa, karena kurangnya kesadaran akan permasalahan bahan bakar di Indonesia.

Posting Komentar

 

Tin's Blog Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei